Responding
Papper
Agama
Orang Jawa
A.
Asal
Usul suku jawa
Asal usul lahirnya
sukujawa dengan kedatangan seorang satriya pinandita yang bernama Aji Saka,
sampai kemudian satriya itu menulis sebuah sajak yang kemudian sajak tersebut
diakui menjadi huruf jawa dan di gunakan sebagai tanda di mulainya penanggalan
tarikh Caka.[1]
Kejawen adalah faham
orang jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbgai macam
agama ke jawa.Dan kejawen juga mengakui adanya Tuhan Allah tetapi juga mengakui
adanya kekuatan mistik yang berkembang dari ajaran tasawuf dari agama-agama
yang ada.
Tindakan tersebut dibagi tiga bagian :
1. Tindakan simbolis dalam religi
2. Tindakan simbolis dalam tradisi
3. Tindakan simbolis dalam seni
Tindakan simbolis dalam
religi adalah contoh kebiasaan orang jawa yang percaya bahwa tuhan adalah dzat
yang tidak mampuh di jangkau oleh penalaran manusia.Karenanya harus disimbolkan
agar dapat diterima dan di akui keberadaannya msalnya dengan menyebut tuhan
dengan bahasa khas jawanya Gusti ingkang murbheng dumadi, gusti ingkang maha
kuaos, dan sebagainya.
Tidakan
simbolis dalam tradisi dimisalkan adanya tradisi upacara kematian yaitu dengan
cara mendoakan orang yang meninggal pada tiga hari ,tujuh hari,empat puluh hari
,seratus hari,satu tahun,dua tahun, tiga tahun, dan bahkan sampai seribu hari
nya setelah seseorang meninggal diadakan tahlilan bahasa jawanya tawasul.
Tindakan simbolis dalam seni di
misalkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada wajah wayang kulit;
warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh dalam wayang dan
sebagainya.
·
Mangkunegara
Mangku negara memiliki empat ajaran
utama yang meliputi sembah raga , sembah cipta ,(kalbu) , sembah jiwa, dan
sembah rasa :
1.
Sembah raga
Sembah
raga ialah menyembah tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal
perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersuciny sama dengan sembahyang biasa,
yaitu dengan mempergunakan Air wudhu. Sembah yang demikian biasa dikerjakan
lima kali sehari semalam dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan
terus menerus,seperti bait berikut.
Sembah
raga puniku/ pakartiningwong amagang laku/ secucine asarana saking warih/ kang
wus lumrah limang wektu/wantu wataking wawaton[2].
2.
Sembah cipta
(kalbu)
Sembah
ini kadang-kadang di sebut sembah cipta dan kadang-kadang di sebut sembah kalbu
,seperti terungkap pada pupuh gambuh bait 1 terdahulu dan pupuh gambuh bait11
berikut.
Samengkon sembah kalbu
Yen lumintu uga dadi laku
Laku
agung kang kagungan narapati
Patitis teteking kawruh
Meruhi marang kang momong
Apabila
cipta mengndung arti gagasan angan-angan harapan atau keinginan yang tersimpan
di dalam hati maka sembah cipta disini mengandug sembah laku atau sembah hati
,bukan sembah gagasan atau nagan-angan.
3.
Sembah jiwa
Sembah
jiwa dalah sembah kepad hyang sukma(Allah) dengan menggunakan peran jiwa .jika
sembah cipta /kalbu mengutamakan peran kalbu ,maka sembah jiwa lebih halus dan
mendalam dengan menggunakan jiwa atau rus .sembah ini hendaknya diresapi secara
menyeluruh tanpa batas setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun dan konsisten
secara terus menerus seperti terlihat dalam bait berikut.
Samengko
kang tinutur
Sembah
katri kang sayekti katur
Mring
hyang sukma suksmanen saari-ari
Arahen
dipun kecakup
Sembahing
jiwa sutengong.[3]
Sembah
jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting .Ia di sebut pepuntoning laku (poko tujuan atau perjalanan
akhir suluk ) inilah perjalanan terakhir hidup batiniah. Cara bersucinya ini
sangat berbeda dengan sembah-sembah cipta, rasa .dan sembah jiwa ini tidak pula
seperti pada sembah kalbu dengan menundukan hawa nafsu ,tetapi dengan awas emut
(selalu waspada dan ingat /zikir kepada keadaan alam baka /langgeng ), alam
illahi betapa penting dan sangat mendalam sembah jiwa ini tampak dengan jelas
pada bait tersebut.
Sayekti
luwih perlu
Ingaranan
pepuntoning laku
Kelakuan
kang tumrap bangsaning batin
Sucine
lan awas emut
Maring
alaming lama amota.
B.
Upacara
Keagamaan Dan Makna keselamatan Orang Jawa
Upacara
(ritual) adalah kegiatan yang meliputi berbagai bentuk ibadah sebagaimana yang
terdapat dalam rukun islam yaitu syahadat ,sholat,zakat,puasa, dan haji. Agama
islam mengajarjkan kepada umatnya supaya melakukan kegiatan –kegiatan upacara
/ritualistik dalam ritual sholat dan puasa selain terdapat dalam solat wajib
yang lima waktu.
Waktu dan puasa wajib
di bulan ramadhan,terdapat pula sholat dan puasasunnah .yang intidari solat
adalah doa yang ditujukan kepada Allah swt,sedangkan puasa adalah suatu bentuk
pengendalian nafsu dalam rangka pensucian rohani.
Dalam
doa dan puasa mempunyai pengaruh yang begitu besar dan luas,mengenai berbagai
bentuk upacara tradisional orang jawa.bagi orang jawa,hidup ini penuh dengan
upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari keadaannya
dalam perut ibu,lahir, anak-anak, remaja,dewasa,sampai kematiannya.
Dalam
kepercayaan lama, upacara dilakukan dengan mengadakan sesaji atau semacam
korban yang di sajikan kepada daya-daya kekuatan ghaib tertentu yang bertujuan
supaya kehidupannya senantiasa dalam keadaan selamat. Setelah islam dating,
secara luwes Islam memberikan warna baru dalam kepercayaan itu dengan sebutan
kenduren atau selamatan.dalam uapacara ini yang pokok adalah yang di pimpin
oleh kiai dalam selamatan ini terdapat seperangkat makanan yang diidangkan pada
peserta selamatan, serta makanan yang di bawa kerumah seperti berkat. [4]
Berkaitan dengan
lingkaran hidup orang jawa koentjaraningrat memaparkan bahwa jenis uupacara
yang di lakukan oleh orang jawa diantaranya:
1.
Upacara
tingkeban atau miyoni
Upacara
ini di lakukan pada saat janin berusia 7 bulan dalam perut ibu .dalam tradisi
santri , pada uapacara tingkeban ini seperti dilakukan di daerah bagelen di
bacakan nyanyian perjanjen atau perjanji dengan alat tamborin kecil.
2.
Upacara
kelahiran
Upacara
ini dilakukan pada saat anak di beri nama dan pemotonggan rambutt pada bayi
berumur 7 hari atau sepasar .karena itu selamatan ini disebut juga selametan
nyepasari.
3.
Upacara Sunatan
Upacara
ini dilakukan pada saat anak laki-laki di khitan.namun pada usia mana anak itu
dikhitan pada berbagai masyarakat berbeda.
4.
Upacara
Perkawinan
Upacara
ini dilakukan pada saat muda-mudi akan memasuki jenjang berumahtangga.selamatan
yang dilakukan berkaitan dengan upacara perkawinan sering dilaksanakan dalam
beberapa tahap yakni pada saat sebelum akad nikah,pada tahap akad nikah dan
sesudah akad nikah .
5.
upacara kematian
Upacara
ini dilakukan pada sat persiapan penguburan orang mati yang di tandai dengan
memandikan mengkafani ,mensholati dan pada akhirnya menguburkan.[5]
C.
KEPERCAYAAN
KEJAWEN (KEPERCAYAAN ORANG ABANGAN DI JAWA)
1.
Slametan Pesta Komunal Sebagai Upacara Inti
Di pusat seluruh sistem
keagamaan orang Jawa terdapat suatu upacara yang sederhana, formal, tidak
dramatis dan hamper-hampir mengandung rahasia slametan (kadang di sebut juga
kenduren). Slametan adalah versi Jawa dari apa yang barangkali merupakan
upacara keagamaan yang paling umum di dunia, ia melambangkan kesatuan mistis
dan social mereka yang ikut serta di dalamnya. Di mojokerto slametan merupakan
semacam wadah bersama masyarakat, yang mempertemukan berbagai aspek kehidupan
social dan pengalaman perseorangan, dengan suatu cara yang memperkecil
ketidakpastian, ketegangan dan konflik ¬ atau setidak-tidaknya dianggap berbuat
demikian.
Slametan
dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan dengan suatu
kejadian yang ingin diperingati, ditebus atau dikuduskan. Kelahiran,
perkawinan, sihir, kematian, pindah rumah, mimpi buruk, panen, ganti nama,
membuka pabrik, sakit, memohon kepada arwah penjaga desa, khitanan, dan memulai
suatu rapat politik, semuanya itu bisa memerlukan slametan. Dari seluruh
upacara itu, sebagian dilakukan dengan intens dan meriah, sementara di bagian
lainnya agak di kendorkan. Suasana kejiwaannya mungkin berubah-ubah sekedarnya,
tetapi struktur upacara yang mendasarinya tetap sama. Senantiasa ada hidangan
khas (yang berbeda-beda menurut slametan), dupa, pembacaan doa Islam, dan
pidato tuan rumah yang disampaikan dalam bahasa Jawa tinggi yang sangat resmi
(yang isinya tentu saja berbeda-beda menurut peristiwanya) selalu terlihat tata
karma yang sopan dan sikap malu-malu, yang mengesankan bahwa sekalipun
penyelenggaraan upacara itu begitu ringkas dan tidak dramatis, tetapi sesuatu
yang penting sedang berlangsung.
[1]Frans Magnis Suseno, Etika Jawa,
Gramedia Pustaka Utama, 2003
[2]Mulder, Nieles.1973”kepribadian
jawa dan pembangunan nasional”.yogyakarta;Gadjah mada University Press
[3]Dr, Abdullah Ciptoprawiro,
Filsafat Jawa, Balai Putaka, 2000
[4]Sutardjo,Imam.2010.Kajian Budaya
Jawa.Surakarta: Jurusan Sastra Daerah FSSR UNS
[5]Koentjaraningrat .manusia dan
kebudayaan di indonesia.jakarta:2002,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar