Senin, 05 Juni 2017

AGAMA ORANG JAWA



Responding Papper
Agama Orang Jawa
A.    Asal Usul suku jawa
Asal usul lahirnya sukujawa dengan kedatangan seorang satriya pinandita yang bernama Aji Saka, sampai kemudian satriya itu menulis sebuah sajak yang kemudian sajak tersebut diakui menjadi huruf jawa dan di gunakan sebagai tanda di mulainya penanggalan tarikh Caka.[1]
Kejawen adalah faham orang jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbgai macam agama ke jawa.Dan kejawen juga mengakui adanya Tuhan Allah tetapi juga mengakui adanya kekuatan mistik yang berkembang dari ajaran tasawuf dari agama-agama yang ada.
Tindakan tersebut dibagi tiga bagian :
1. Tindakan simbolis dalam religi
2. Tindakan simbolis dalam tradisi
3. Tindakan simbolis dalam seni
Tindakan simbolis dalam religi adalah contoh kebiasaan orang jawa yang percaya bahwa tuhan adalah dzat yang tidak mampuh di jangkau oleh penalaran manusia.Karenanya harus disimbolkan agar dapat diterima dan di akui keberadaannya msalnya dengan menyebut tuhan dengan bahasa khas jawanya Gusti ingkang murbheng dumadi, gusti ingkang maha kuaos, dan sebagainya.
            Tidakan simbolis dalam tradisi dimisalkan adanya tradisi upacara kematian yaitu dengan cara mendoakan orang yang meninggal pada tiga hari ,tujuh hari,empat puluh hari ,seratus hari,satu tahun,dua tahun, tiga tahun, dan bahkan sampai seribu hari nya setelah seseorang meninggal diadakan tahlilan bahasa jawanya tawasul.
            Tindakan simbolis dalam seni di misalkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada wajah wayang kulit; warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh dalam wayang dan sebagainya.
·         Mangkunegara
            Mangku negara memiliki empat ajaran utama yang meliputi sembah raga , sembah cipta ,(kalbu) , sembah jiwa, dan sembah rasa :
1.      Sembah raga
Sembah raga ialah menyembah tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersuciny sama dengan sembahyang biasa, yaitu dengan mempergunakan Air wudhu. Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima kali sehari semalam dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus menerus,seperti bait berikut.
Sembah raga puniku/ pakartiningwong amagang laku/ secucine asarana saking warih/ kang wus lumrah limang wektu/wantu wataking wawaton[2].
2.      Sembah cipta (kalbu)
Sembah ini kadang-kadang di sebut sembah cipta dan kadang-kadang di sebut sembah kalbu ,seperti terungkap pada pupuh gambuh bait 1 terdahulu dan pupuh gambuh bait11 berikut.
Samengkon sembah kalbu
Yen lumintu uga dadi laku
Laku agung kang kagungan narapati
Patitis teteking kawruh
Meruhi marang kang momong

Apabila cipta mengndung arti gagasan angan-angan harapan atau keinginan yang tersimpan di dalam hati maka sembah cipta disini mengandug sembah laku atau sembah hati ,bukan sembah gagasan atau nagan-angan.
3.      Sembah jiwa
Sembah jiwa dalah sembah kepad hyang sukma(Allah) dengan menggunakan peran jiwa .jika sembah cipta /kalbu mengutamakan peran kalbu ,maka sembah jiwa lebih halus dan mendalam dengan menggunakan jiwa atau rus .sembah ini hendaknya diresapi secara menyeluruh tanpa batas setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun dan konsisten secara terus menerus seperti terlihat dalam bait berikut.
Samengko kang tinutur
Sembah katri kang sayekti katur
Mring hyang sukma suksmanen saari-ari
Arahen dipun kecakup
Sembahing jiwa sutengong.[3]
Sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting .Ia di sebut  pepuntoning laku (poko tujuan atau perjalanan akhir suluk ) inilah perjalanan terakhir hidup batiniah. Cara bersucinya ini sangat berbeda dengan sembah-sembah cipta, rasa .dan sembah jiwa ini tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan menundukan hawa nafsu ,tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat /zikir kepada keadaan alam baka /langgeng ), alam illahi betapa penting dan sangat mendalam sembah jiwa ini tampak dengan jelas pada bait tersebut.
Sayekti luwih perlu
Ingaranan pepuntoning laku
Kelakuan kang tumrap bangsaning batin
Sucine lan awas emut
Maring alaming lama amota.
B.     Upacara Keagamaan Dan Makna keselamatan Orang Jawa
            Upacara (ritual) adalah kegiatan yang meliputi berbagai bentuk ibadah sebagaimana yang terdapat dalam rukun islam yaitu syahadat ,sholat,zakat,puasa, dan haji. Agama islam mengajarjkan kepada umatnya supaya melakukan kegiatan –kegiatan upacara /ritualistik dalam ritual sholat dan puasa selain terdapat dalam solat wajib yang lima waktu.
Waktu dan puasa wajib di bulan ramadhan,terdapat pula sholat dan puasasunnah .yang intidari solat adalah doa yang ditujukan kepada Allah swt,sedangkan puasa adalah suatu bentuk pengendalian nafsu dalam rangka pensucian rohani.
            Dalam doa dan puasa mempunyai pengaruh yang begitu besar dan luas,mengenai berbagai bentuk upacara tradisional orang jawa.bagi orang jawa,hidup ini penuh dengan upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari keadaannya dalam perut ibu,lahir, anak-anak, remaja,dewasa,sampai kematiannya.
            Dalam kepercayaan lama, upacara dilakukan dengan mengadakan sesaji atau semacam korban yang di sajikan kepada daya-daya kekuatan ghaib tertentu yang bertujuan supaya kehidupannya senantiasa dalam keadaan selamat. Setelah islam dating, secara luwes Islam memberikan warna baru dalam kepercayaan itu dengan sebutan kenduren atau selamatan.dalam uapacara ini yang pokok adalah yang di pimpin oleh kiai dalam selamatan ini terdapat seperangkat makanan yang diidangkan pada peserta selamatan, serta makanan yang di bawa kerumah seperti berkat. [4]
Berkaitan dengan lingkaran hidup orang jawa koentjaraningrat memaparkan bahwa jenis uupacara yang di lakukan oleh orang jawa diantaranya:
1.      Upacara tingkeban atau miyoni
Upacara ini di lakukan pada saat janin berusia 7 bulan dalam perut ibu .dalam tradisi santri , pada uapacara tingkeban ini seperti dilakukan di daerah bagelen di bacakan nyanyian perjanjen atau perjanji dengan alat tamborin kecil.
2.      Upacara kelahiran
Upacara ini dilakukan pada saat anak di beri nama dan pemotonggan rambutt pada bayi berumur 7 hari atau sepasar .karena itu selamatan ini disebut juga selametan nyepasari.
3.      Upacara Sunatan
Upacara ini dilakukan pada saat anak laki-laki di khitan.namun pada usia mana anak itu dikhitan pada berbagai masyarakat berbeda.
4.      Upacara Perkawinan
Upacara ini dilakukan pada saat muda-mudi akan memasuki jenjang berumahtangga.selamatan yang dilakukan berkaitan dengan upacara perkawinan sering dilaksanakan dalam beberapa tahap yakni pada saat sebelum akad nikah,pada tahap akad nikah dan sesudah akad nikah .
5.      upacara kematian
Upacara ini dilakukan pada sat persiapan penguburan orang mati yang di tandai dengan memandikan mengkafani ,mensholati dan pada akhirnya menguburkan.[5]

C.    KEPERCAYAAN KEJAWEN (KEPERCAYAAN ORANG ABANGAN DI JAWA)
1. Slametan Pesta Komunal Sebagai Upacara Inti
Di pusat seluruh sistem keagamaan orang Jawa terdapat suatu upacara yang sederhana, formal, tidak dramatis dan hamper-hampir mengandung rahasia slametan (kadang di sebut juga kenduren). Slametan adalah versi Jawa dari apa yang barangkali merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia, ia melambangkan kesatuan mistis dan social mereka yang ikut serta di dalamnya. Di mojokerto slametan merupakan semacam wadah bersama masyarakat, yang mempertemukan berbagai aspek kehidupan social dan pengalaman perseorangan, dengan suatu cara yang memperkecil ketidakpastian, ketegangan dan konflik ¬ atau setidak-tidaknya dianggap berbuat demikian.
Slametan dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati, ditebus atau dikuduskan. Kelahiran, perkawinan, sihir, kematian, pindah rumah, mimpi buruk, panen, ganti nama, membuka pabrik, sakit, memohon kepada arwah penjaga desa, khitanan, dan memulai suatu rapat politik, semuanya itu bisa memerlukan slametan. Dari seluruh upacara itu, sebagian dilakukan dengan intens dan meriah, sementara di bagian lainnya agak di kendorkan. Suasana kejiwaannya mungkin berubah-ubah sekedarnya, tetapi struktur upacara yang mendasarinya tetap sama. Senantiasa ada hidangan khas (yang berbeda-beda menurut slametan), dupa, pembacaan doa Islam, dan pidato tuan rumah yang disampaikan dalam bahasa Jawa tinggi yang sangat resmi (yang isinya tentu saja berbeda-beda menurut peristiwanya) selalu terlihat tata karma yang sopan dan sikap malu-malu, yang mengesankan bahwa sekalipun penyelenggaraan upacara itu begitu ringkas dan tidak dramatis, tetapi sesuatu yang penting sedang berlangsung.


[1]Frans Magnis Suseno, Etika Jawa, Gramedia Pustaka Utama, 2003
[2]Mulder, Nieles.1973”kepribadian jawa dan pembangunan nasional”.yogyakarta;Gadjah mada University Press
[3]Dr, Abdullah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, Balai Putaka, 2000
[4]Sutardjo,Imam.2010.Kajian Budaya Jawa.Surakarta: Jurusan Sastra Daerah FSSR UNS
[5]Koentjaraningrat .manusia dan kebudayaan di indonesia.jakarta:2002,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar