Reseponding
Peper
Suku Dayak Kelompok
Masyarakat
Dayak memiliki keyakinan tentang wujud tertinggi dimana segala kekuatan yang
ada di jagad raya berasal dari Yang Tunggal. Wujud tertinggi itu menguasai
manusia, dewa, roh halus, dan roh leluhur. Dewa dan roh halus diberi tugas
untuk menjaga dan menguasai suatu tempat tertentu dalam dunia ini, sehingga
untuk mewujudkan keyakinan tersebut, orang Dayak senantia sa melakukan hubungan
religius dengan Jubata, roh leluhur, dan roh halus yang banyak memberikan pertolongan
dalam kehidupan mereka.
Sistem
kepercayaan atau agama asli bagi masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat
dipisahkan dengan nilai-nilai kehidupan mereka. Kepribadian, tingkah laku,
sikap, perbuatan dan kegiatan sosial sehari-hari dibimbing, didukung, dan
dihubungkan tidak saja dengan sistem kepercayaan dan ajaran agama, tetapi juga
dengan nilai budaya dan etnisitas. Kompleksitas kepercayaan tersebut
berhubungan erat dengan tradisi dalam masyarakat yang mengandung dua hal
prinsip, yaitu
(1)
unsur kepercayaan nenek moyang yang menekankan pada pemujaan, dan
(2) kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa
dengan kekuasaan tertingginya sebagai kausa prima dari kehidupan manusia.1.
Sistem kepercayaan seperti ini mengandung emosi religius yang merupakan unsur
kesatuan dan memerlukan penegasan yang direalisasikan dalam bentuk upacara
tersebut.
Bahasa untuk komunikasi yang dipakai pertama-tama adalah lambang-lambang suara dan bunyi-bunyian, seperti musik dan mantra. Maksud lambang-lambang itu sama dengan lambang bahasa, yaitu untuk mengenal, mengidentifikasi, menjinakkan dan menguasai dunia luar yang dahsyat tadi.2. Melalui bahasa simbol itu masyarakat menginterpretasikan hubungan dan eksistensi dunia gaib yang dipercaya ada untuk dapat dipahami dan diungkapkan maknanya dalam kehidupandialamnyata.
Selain benda dan gejala alam ada pula benda yang tidak dianggap oleh orang Dayak sebagai daya penghidup, melainkan hanya sebagai sarana penampakan roh, kekuatan gaib, atau sebagai tempat keramat. Manusia menjadi sadar terhadap keberadaan yang sakral, karena yang sakral memanifestasikan dirinya, menunjukkan dirinya sebagai sesuatu yang berbeda secara menyeluruh dari yang profan. Hal ini dinamakan hieropha ny, yakni sesuatu yang sakral menunjukkan dirinya kepada manusia. Dari sini dapatlah dikatakan bahwa sejarah agama-agama dari primitif hingga yang paling tinggi dibentuk oleh sebagian besar hierophany, yaitu oleh manifestasi-manifestasi realitas-realitas yang sakral tadi. Misalnya yang sakral dapat mewujud dalam pantak. Pantak itu tidak disembah, tetapi pantak menunjukkan dirinya sebagai suatu yang sakral dan realitas ini dirubah menjadi realitas supranatural. Bagi mereka yang mempunyai pengalaman religius, setiap benda mempunyai kemampuan untuk menjadi perwujudan kesakralan kosmik. Bahkan kosmos ini dalam keseluruhannya dapat menjadi hierophany..
Bahasa untuk komunikasi yang dipakai pertama-tama adalah lambang-lambang suara dan bunyi-bunyian, seperti musik dan mantra. Maksud lambang-lambang itu sama dengan lambang bahasa, yaitu untuk mengenal, mengidentifikasi, menjinakkan dan menguasai dunia luar yang dahsyat tadi.2. Melalui bahasa simbol itu masyarakat menginterpretasikan hubungan dan eksistensi dunia gaib yang dipercaya ada untuk dapat dipahami dan diungkapkan maknanya dalam kehidupandialamnyata.
Selain benda dan gejala alam ada pula benda yang tidak dianggap oleh orang Dayak sebagai daya penghidup, melainkan hanya sebagai sarana penampakan roh, kekuatan gaib, atau sebagai tempat keramat. Manusia menjadi sadar terhadap keberadaan yang sakral, karena yang sakral memanifestasikan dirinya, menunjukkan dirinya sebagai sesuatu yang berbeda secara menyeluruh dari yang profan. Hal ini dinamakan hieropha ny, yakni sesuatu yang sakral menunjukkan dirinya kepada manusia. Dari sini dapatlah dikatakan bahwa sejarah agama-agama dari primitif hingga yang paling tinggi dibentuk oleh sebagian besar hierophany, yaitu oleh manifestasi-manifestasi realitas-realitas yang sakral tadi. Misalnya yang sakral dapat mewujud dalam pantak. Pantak itu tidak disembah, tetapi pantak menunjukkan dirinya sebagai suatu yang sakral dan realitas ini dirubah menjadi realitas supranatural. Bagi mereka yang mempunyai pengalaman religius, setiap benda mempunyai kemampuan untuk menjadi perwujudan kesakralan kosmik. Bahkan kosmos ini dalam keseluruhannya dapat menjadi hierophany..
Masyarakat
Dayak menyebut Tuhan Yang Maha Kuasa dengan sebutan Ene’ Daniang (sebagian
masyarakat Dayak di Kalbar-penulis) atau Jubata, yakni penguasa jagad raya
beserta isinya. Jubata berada di langit ketujuh. Ia mempunyai enam bawahan,
yaitu; Ne’ Pangedaong, Ne’ Patampa’ yang dipercaya membuat patung-patung dari
tanah liat bentuk menyerupai manusia. Ne’ Amikng dan Ne’ Pamijar yang memberi
napas kepada manusia. Ne’ Taratatn memberi kesegaran jasmani maupun rohani. Ne’
Pangingu memberikan berkat perlindungan, sedangkan Ne’ Pajaji dipercaya yang
menjadikan manusia berbudi dan memelihara hidupnya sampai pada semua
keturunannya.4. Menurut kisah penciptaan nama-nama bawahan itu adalah nama lain
dari Jubata, maksudnya satu pribadi pencipta dengan beberapa nama atau satu
nama dengan berbagai sifat-sifat kekuasaanNya. Hal ini sama hal nya dengan nama
Allah dalam agama Islam yang mempunyai 99 nama sesuai dengan kekuasaan dan
kesempurnaannya.
Masyarakat Dayak meyakini dunia ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah Dunia Atas, yaitu dunia yang ditempati oleh Jubata, dukun, dan nenek moyang yang meninggal sebagai pahlawan. Kedua adalah Dunia Tengah atau dunia fana yang ditempati manusia. Ketiga adalah Dunia Bawah yang dihuni oleh roh orang mati. Dunia Bawah ini merupakan sebuah dunia yang tidak dikenal, terisolasi, dan gelap. Setelah meninggal, setiap manusia kecuali dukun dan nenek moyang yang meninggal sebagai pahlawan akan menuju dan tinggal disitu selama-lamanya. Begitu juga dengan sumangat (jiwa) orang yang meninggal, ia tidak akan pernah kembali kekehidupan manusia dan tidak pernah pergi kemana-mana. Namun hal tersebut tergantung apakah waktu meninggal orang yang bersangkutan sudah melewati upacara adat kematian atau belum.
Masyarakat Dayak meyakini dunia ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah Dunia Atas, yaitu dunia yang ditempati oleh Jubata, dukun, dan nenek moyang yang meninggal sebagai pahlawan. Kedua adalah Dunia Tengah atau dunia fana yang ditempati manusia. Ketiga adalah Dunia Bawah yang dihuni oleh roh orang mati. Dunia Bawah ini merupakan sebuah dunia yang tidak dikenal, terisolasi, dan gelap. Setelah meninggal, setiap manusia kecuali dukun dan nenek moyang yang meninggal sebagai pahlawan akan menuju dan tinggal disitu selama-lamanya. Begitu juga dengan sumangat (jiwa) orang yang meninggal, ia tidak akan pernah kembali kekehidupan manusia dan tidak pernah pergi kemana-mana. Namun hal tersebut tergantung apakah waktu meninggal orang yang bersangkutan sudah melewati upacara adat kematian atau belum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar