Senin, 05 Juni 2017

AGAMA TRADISIONAL SUKU NAULU



Responding peper
Suku Naulu

A.                Asal usul Suku Naulu
Suku Naulu mendiami Pulau Seram di Maluku. Suku ini tersebar di dua wilayah yaitu di Dusun Nuanea dan Dusun Sepa. Dibanding suku asli Pulau Seram, Suku Aifuru, Suku Naulu sebenarnya lebih fleksibel menerima modernisasi sebab suku ini sudah mengenal pakaian, bahan bakar minyak dan sebagainya. Namun tradisi yang tak lazim membuat suku ini sering dicap suku primitif.[1]
B.                 Tradisi Suku Naulu[2]
            Umumnya anggota suku ini menganut agama tradisional yang diwariskan nenek moyang mereka. Ciri utama Suku Naulu adalah adanya ikat kepala merah yang digunakan kaum pria dewasa. Suku ini sebenarnya memiliki dua tradisi yang aneh yaitu mengasingkan wanita yang sedang haid dan melahirkan serta tradisi memenggal kepala manusia sebagai persembahan. Kali ini Travelingyuk akan membahas tradisi yang kedua.
Adalah ritual Pataheri, sebuah ritual untuk mengangkat seorang anak laki-laki yang telah tumbuh mejadi dewasa. Berdasarkan tradisi pria dewasa dalam suku tersebut harus memakai ikat kepala merah yang terbuat dari kain berang. Namun untuk mendapatkan ikat kepala ini tidaklah mudah. Jika ingin mendapatkan ikat kepala merah ini sang anak harus memenggal kepala orang lain dulu barulah ia diperkenankan memakai ikat kepala merah.
Tradisi yang mengerikan ini untungnya sudah hilang sejak awal 1900-an. Namun sempat muncul kembali pada tahun 2005. Kala itu ditemukan dua mayat tanpa kepala di Kecamatan Amahai Kabuaten Maluku Tengah. Usut punya usut dua orang yang malang itu dipenggal kepalanya untuk persembahan atau ritual tradisional suku Naulu. Pelakunya pun akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Masohi.
C.                 Upacara keagamaan Suku Naulu
a.                  Upacara potong kepala
Dalam tradisi memotong kepala manusia yang diseprcayai dapat menjaga rumah adat milik mereka, tradisi ini diyakini bahwa jika tidak mendapatkan kepala manusia sebagai persembahanm maka dapat mendatangkan musibah bagi suku ini. Tidak hanya itu, bahkan dalam tradisi nenek moyangnya, apabila seorang raja hendak mengangkat menantu laki-laki, maka sang calon harus menunjukan  kejanntannya dengan mempersembahkan kepala manusia sebagai mas kawinnya.
b.                  Upacara masa puber
Masa puber adalah suatu masa peralihan bagi seorang anak dari sifat kekanak-kanakan ke usia dewasa. Dalam Suku Naulu masa ini akan di meriahkan dengan membuat upacara secara besar-besaran.
Jika orang tua yang memiliki anak usia 10-12 tahun, maka anak itu harus mengenakan cidako yaitu selembar kain yang berfungsi menutup bagian pusar ke bawah dan kebelakangnya berfungsi untuk mengikat pinggang. Upacara cidako ini dimeriahkan dengan berbagai upacara kesenian dan sajian-sajian makanan yang beraneka ragam, dan inti dari upacara ini adalah  untuk memberikan bekal ketangkasan, keterampilan serta kemampuannya untuk menghadapi tugas-tugas berat yang di alami oleh orang dewasa. terhadap anak-anak yang mau mnginjak usia dewasa. Pembekalan itu dilakukan dengan menguji seseorang untuk pergi ke hutan dan ia harus bisa mengkap binatang buas, ketika pengujian itu berlangsung seorang anak akan di bombing oleh orang tua mereka dan para tertua adat.
c.                   Upacara perkawinan
Dikalangan Suku Naulu terdapat dua macam perkawinan, yaitu:
1.                   Kawin minta (Iai Sosinai)
Sebagaimana lazimnya sebuah pesta perkawinan, Suku Naulu pun memiliki upacara adat istiadat yang tidak jauh berbeda dengan adat perkawinan

pada umumnya, seperti harus adanya maskawin dari mempelai laki-laki yang diberikan terhadap mempelai perempuan dan besarnya maskawin tergantung pada
kemampuan mempelai laki-laki, namun dalam Suku Naulu ada keharusan yang diebrikan dari pihak laki-laki kepada mempelai peempuan, seperti 5 meter kain berang dan 5 buah piring tua. [3]






[1]www.nonstop-online.com

[2] Aeelsinsight.wordpres.c.om
[3] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.)  hal: 109.

8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar