Responding peper
Suku Naulu
A.
Asal usul Suku Naulu
Suku Naulu mendiami Pulau Seram di
Maluku. Suku ini tersebar di dua wilayah yaitu di Dusun Nuanea dan Dusun Sepa.
Dibanding suku asli Pulau Seram, Suku Aifuru, Suku Naulu sebenarnya lebih
fleksibel menerima modernisasi sebab suku ini sudah mengenal pakaian, bahan
bakar minyak dan sebagainya. Namun tradisi yang tak lazim membuat suku ini
sering dicap suku primitif.[1]
B.
Tradisi Suku Naulu[2]
Umumnya
anggota suku ini menganut agama tradisional yang diwariskan nenek moyang
mereka. Ciri utama Suku Naulu adalah adanya ikat kepala merah yang digunakan
kaum pria dewasa. Suku ini sebenarnya memiliki dua tradisi yang aneh yaitu
mengasingkan wanita yang sedang haid dan melahirkan serta tradisi memenggal
kepala manusia sebagai persembahan. Kali ini Travelingyuk akan membahas tradisi
yang kedua.
Adalah ritual Pataheri, sebuah
ritual untuk mengangkat seorang anak laki-laki yang telah tumbuh mejadi dewasa.
Berdasarkan tradisi pria dewasa dalam suku tersebut harus memakai ikat kepala
merah yang terbuat dari kain berang. Namun untuk mendapatkan ikat kepala ini
tidaklah mudah. Jika ingin mendapatkan ikat kepala merah ini sang anak harus
memenggal kepala orang lain dulu barulah ia diperkenankan memakai ikat kepala
merah.
Tradisi yang mengerikan ini untungnya sudah hilang sejak
awal 1900-an. Namun sempat muncul kembali pada tahun 2005. Kala itu ditemukan
dua mayat tanpa kepala di Kecamatan Amahai Kabuaten Maluku Tengah. Usut punya
usut dua orang yang malang itu dipenggal kepalanya untuk persembahan atau
ritual tradisional suku Naulu. Pelakunya pun akhirnya dijatuhi hukuman mati
oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Masohi.
C.
Upacara
keagamaan Suku Naulu
a.
Upacara potong kepala
Dalam tradisi memotong kepala manusia yang diseprcayai dapat
menjaga rumah adat milik mereka, tradisi ini diyakini bahwa jika tidak
mendapatkan kepala manusia sebagai persembahanm maka dapat mendatangkan musibah
bagi suku ini. Tidak hanya itu, bahkan dalam tradisi nenek moyangnya, apabila
seorang raja hendak mengangkat menantu laki-laki, maka sang calon harus
menunjukan kejanntannya dengan
mempersembahkan kepala manusia sebagai mas kawinnya.
b.
Upacara masa puber
Masa
puber adalah suatu masa peralihan bagi seorang anak dari sifat kekanak-kanakan
ke usia dewasa. Dalam Suku Naulu masa ini akan di meriahkan dengan membuat
upacara secara besar-besaran.
Jika
orang tua yang memiliki anak usia 10-12 tahun, maka anak itu harus mengenakan
cidako yaitu selembar kain yang berfungsi menutup bagian pusar ke bawah dan kebelakangnya
berfungsi untuk mengikat pinggang. Upacara cidako ini dimeriahkan dengan
berbagai upacara kesenian dan sajian-sajian makanan yang beraneka ragam, dan
inti dari upacara ini adalah untuk
memberikan bekal ketangkasan, keterampilan serta kemampuannya untuk menghadapi
tugas-tugas berat yang di alami oleh orang dewasa. terhadap anak-anak yang mau
mnginjak usia dewasa. Pembekalan itu dilakukan dengan menguji seseorang untuk
pergi ke hutan dan ia harus bisa mengkap binatang buas, ketika pengujian itu
berlangsung seorang anak akan di bombing oleh orang tua mereka dan para tertua
adat.
c.
Upacara perkawinan
Dikalangan Suku
Naulu terdapat dua macam perkawinan, yaitu:
1.
Kawin minta (Iai Sosinai)
Sebagaimana lazimnya sebuah pesta perkawinan, Suku Naulu
pun memiliki upacara adat istiadat yang tidak jauh berbeda dengan adat
perkawinan
pada umumnya, seperti harus adanya maskawin dari mempelai
laki-laki yang diberikan terhadap mempelai perempuan dan besarnya maskawin
tergantung pada
kemampuan mempelai laki-laki, namun dalam Suku Naulu ada
keharusan yang diebrikan dari pihak laki-laki kepada mempelai peempuan, seperti
5 meter kain berang dan 5 buah piring tua. [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar